Bromance · December Project · FF Project · fluff · G · Genre · Length · Rating · Romance · Slight!Angst · Surerealism · Two Shoot

[A December To Remember] Bubblone PART 2


BUBBLONE —

 

©2016, BaekMinJi93 & Gxchoxpie

 

Starring

SVT’s Kim Mingyu with OC’s Nessa Han

 

| AU! – Romance – Fluffslight! Angst – Surrealism | Twoshots | General |

Disclaimer

We just own the storyline

 

Part 2:

Leaving love is harder, than falling in love.

 

== HAPPY READING ==

 

 

Meski angin malam bertiup dan rasa dingin menusuk kulitnya yang tipis, Nessa Han tetap bertahan menguntai langkahnya. Memang sesekali ia berhenti untuk memeluk diri, berharap sentuhan tangannya dapat menghangatkan badan walau ia tahu sembilan puluh lima persen kegiatan tersebut sia-sia. Berjalan menembus pekatnya malam, dingin, disertai dengan perasaan yang kacau balau.

Nessa sendiri tak tahu tujuan dari perjalanan ini. Ia hanya membiarkan tungkainya mengambil setapak demi setapak, tanpa memperhatikan di manakah ia sekarang berada. Hanya satu hal yang ada di pikiran sang dara: menjauh dari Kim Mingyu. Entah ke mana pun itu.

FYUUU~

Angin berhembus, hampir menyeret tubuh Nessa yang amat ringan. Untungnya, gadis itu memiliki kendali diri yang cukup baik hingga ia hanya terlempar beberapa meter ke belakang, tak jauh dari tempatnya berdiri semula.

Sempat terbersit di benak Nessa untuk kembali. Kembali pada sosok Mingyu, kembali ke pelukan pemuda itu, tinggal bersama-sama dengannya, menghabiskan banyak waktu berdua dengan sang pemuda, melakukan banyak hal dan membangun kenangan kembali. Akan lebih baik jika ia kembali daripada harus melanjutkan perjalanan menyulitkan yang sebenarnya tanpa tujuan ini.

Namun, tidak. Bagi Nessa, harga dirinya lebih penting dibandingkan dengan kasih sayang. Keangkuhannya lebih utama dibandingkan keselamatan dirinya. Nessa gengsi harus mengaku salah dan meminta maaf pada Mingyu. Gadis itu menegakkan kepala, menyemangati diri sendiri dan memantapkan hati untuk kembali melanjutkan perjalanannya. Ya, aku pasti bisa!

FYUUUU~

Kembali lagi, angin malam berhembus. Kali ini lebih kuat dari sebelumnya. Nessa mencoba bertahan dengan menggenggam erat tiang terdekat. Dipeluknya tiang itu kuat-kuat. Tetapi tampaknya kekuatan angin lebih besar. Nessa mulai panik ketika kakinya sudah tak lagi menginjak tanah, tetapi mulai terangkat seturut arus angin. Kini gadis itu melayang-layang dengan tangan tetap berpegang pada tiang.

Dan, beberapa saat kemudian, Nessa harus menyerah. Jemarinya tak lagi kuat menanggung beban tubuhnya. Genggamannya pada tiang terlepas, dan gadis itu melayang dibawa arus angin.

Nessa amat cemas, takut, gelisah—namun tetap saja, perasaan yang paling besar memang rasa takut. Nessa tak tahu ke mana angin akan membawanya. Arus angin begitu kuat, hingga Nessa tak sempat melihat ke sekeliling demi mencari tahu di mana ia sekarang berada. Segala sesuatu terasa gelap dan asing bagi dara itu. Ia menggigit bibir bawahnya, takut.

Sosok Mingyu kembali muncul di benak. Bersamaan dengan itu, likuid bening lolos dari pelupuk matanya. Nessa merutuki diri sendiri. Kalau saja ia tidak mementingkan egonya dan tetap bertahan di samping Mingyu, semua ini tak akan terjadi. Ia akan aman tinggal di rumah hangat itu sekarang, tentram. Godam penyesalan menghantam dada gadis itu berkali-kali, seraya air matanya tambah deras menetes. Tangisan diam pun mulai berubah menjadi isakan kecil.

Kecepatan angin mulai mereda. Perlahan Nessa merasa kekuatan yang sejak tadi mengambil alih dirinya mulai melemah. Angin tak lagi menyeretnya dengan kuat. Gadis itu mulai merasa gaya gravitasi bumi yang perlahan tapi pasti menarik dirinya ke bawah.

Dan entah bagaimana, gadis itu mendarat di puncak sebuah pohon akasia.

Ajaibnya, ia baik-baik saja. Meski mendarat dengan agak terhempas, tapi tubuhnya tidak meletus akibat tertusuk atau sebagainya.

Rasa takut masih menguasai hati gadis tersebut, membuat sekujur tubuhnya merinding.

Sayangnya, gadis itu tidak dapat turun ke bawah. Sesuatu menahannya di atas, tersangkut pada sebuah dahan pohon. Jangan tanya mengapa ia tidak meletus karena itu adalah suatu keajaiban. Tersangkut pohon dan lagipula Nessa terlalu takut untuk turun sendirian. Dengan berat hati ia memutuskan untuk diam di atas pohon sampai pertolongan datang.

Dalam situasi seperti ini, sosok Mingyu kembali bertandang ke benaknya. Air mata gadis itu tumpah untuk kesekian kalinya. Ia rindu sekaligus takut. Rindu pada Mingyu yang sudah ia coba jauhi, sekaligus takut tak dapat bertemu dengan pria itu lagi.

Seucap doa Nessa sampaikan dalam hatinya. Berharap agar keajaiban dapat mempertemukan mereka lagi, entah bagaimana.

***

Mingyu terkejut setengah mati ketika tak menemukan presensi Nessa di rumahnya. Sebenarnya rasa curiganya mulai muncul saat bangun tidur dan tidak melihat Nessa. Biasanya gadis itu sudah duduk manis di kursi dekat tempat tidurnya. Mingyu pikir gadis itu hanya berkeliling melihat-lihat rumah sejenak. Namun setelah memanggil berulang kali, mencari di setiap sudut rumah, dan gadis itu tidak menampakkan presensinya, Mingyu sadar bahwa ini adalah masalah serius.

Baiklah, kemarin malam ia memang sedikit ribut dengan Nessa. Berselisih paham, adu pendapat. Sebenarnya masalah kecil, tetapi watak Nessa yang mudah merajuk ditambah dengan mood Mingyu yang sedang tidak baik membuat kesalahpahaman itu menjadi sebuah pertengkaran hebat. Hingga puncaknya, Nessa mengancam akan meninggalkan rumah Mingyu. Dan bodohnya, lelaki itu mengiyakan—dengan marah tentunya.

Heol. Gadis itu amat ringan, dan bagaimana mungkin Mingyu begitu saja mengizinkan Nessa menghadapi angin besar di luar sana? Tubuhnya dapat diombang-ambingkan tanpa kendali! Ia pasti sedang tidak dalam akal sehatnya kemarin!

Mingyu semakin panik. Gadis dengan gengsi tinggi seperti Nessa tidak akan mungkin hanya sekedar mengancam. Apa yang sudah ia katakan akan ia laksanakan. Hal itu membuat Mingyu makin khawatir.

Mengenakan alas kaki pertama yang ia temukan, pemuda Kim itu bergegas keluar dari rumah, tak memedulikan piyama yang masih menempel di tubuhnya. Mingyu melangkahkan kaki dengan tergesa-gesa, mencari setiap sudut di sekitar kompleks rumahnya, berharap bahwa Nessa ada di suatu tempat. Berlaksa doa ia panjatkan dalam hati, berharap bahwa gadis gelembung itu baik-baik saja. Bagi Mingyu, Nessa adalah segalanya. Tanpa Nessa, dunianya kembali sepi.

Tetapi hasilnya nihil. Meski Mingyu sudah berkeliling hingga kakinya sakit, wujud Nessa tak jua ditemukan. Hal itu membuat sang pemuda semakin cemas.

Hari berlalu, tapi tak ada tanda-tanda Nessa akan atau telah kembali. Setiap pagi dan sore Mingyu selalu menyempatkan diri untuk mencari Nessa, berharap akan presensi sang gadis yang kembali tersenyum padanya. Tetapi selama itu pula Mingyu harus kembali memendam rasa kecewa, ketika tak berhasil menemukan gadisnya.

Suatu sore, sama seperti sebelumnya, Mingyu menggunakan waktu luangnya untuk mencari Nessa. Dan lagi-lagi gadis itu tak dapat ditemukan. Lelah, Mingyu memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah sebuah pohon akasia.

Angin sore yang bertiup sepoi-sepoi membuat kelopak mata pemuda Kim itu terasa berat, dan perlahan kedua matanya pun terpejam. Nyawanya perlahan terbang ke alam mimpi.

***

“Hai, Kiming!

Untuk kesekian kalinya sebuah suara riang kembali melintas di rungu Mingyu. Ia kenal suara itu. Bagaimana tidak? Tidak ada yang berani memanggilnya dengan nama bodoh tersebut bersama suara nyaring yang begitu khas selain gadis ceroboh seperti Nessa Han.

“Ness,” gumam Mingyu merapal nama dara Han tersebut dengan mata masih terpejam—seolah takut ini hanyalah sebuah mimpi buruk untuknya.

Keadaan kembali hening, hingga akhirnya sebuah suara isakan kecil mengalun indah di gendang miliknya.

Hiks … kumohon maafkan aku,” isak Nessa lirih.

Terdorong hati Mingyu untuk membuka fokusnya lantas menarik sang gadis ke dalam pelukan, namun apa daya seluruh niatnya seakan sirna bak terhempas badai topan oleh rasa takut. Memilih untuk bungkam, Mingyu pikir itu adalah sebuah opsi yang terbaik.

“Dan kumohon tolong aku. Aku mencintaimu, Kim.”

Jika Mingyu tak ingin melukai sang hati lebih dalam, sepertinya skenario seluruh mimpi buruknya cukup sampai di sini. Mingyu membuka kedua matanya dan cling—sama seperti dugaannya, Nessa benar-benar menghilang dari kehidupannya mulai detik ini dan selamanya.

Tanpa sadar, setetes kristal bening mengalir di wajah tampannya. Ya, Mingyu menangis. Ia menyesali semua hal yang telah terjadi dan jujur saja ia belum siap menerima sunyi sepi kehidupan lamanya kembali datang memeluknya.

TES!

Setetes likuid jatuh di punggung tangan Mingyu. Bukan, tentu saja itu bukan air mata Mingyu. Mungkin embun, pikir Mingyu pada dirinya sendiri.

Ssstt … sstt ….

Bukan lagi sebuah embun yang Mingyu terima, kini sebuah siulan yang Mingyu dengar. Tak pelak jika hal ini cukup membuat bulu kuduknya sedikit meremang. Namun untuk kesekian kalinya Mingyu mencoba untuk bersikap acuh.

“Permisi.”

Ya Tuhan, cobaan apa lagi yang kau berikan padaku?

Baru saja Mingyu ingin bernegosiasi dengan sang Maha Kuasa sekaligus sedikit merutuk akan kesialan yang ia terima hari ini, sang suara asing kembali melanjutkan ucapannya.

“ASTAGA, KIM MINGYU! KAU TULI, YA?”

Tak lagi dapat dipungkiri, Mingyu yakin seratus persen jika suara ini milik Nessa. Lantas haruskah Mingyu bersumpah demi celana merah jambunya jika dirinya tak dapat menemukan sosok gadis tersebut barang siluet sekalipun?

“Ness, kau sebenarnya ada—”

“DI ATAS SINI, BODOH!”

Sontak Mingyu mengangkat kepalanya dan tak butuh waktu sedetik pemuda itu mengukir senyum manis—oh, lebih tepatnya senyum bahagianya.

ARGH … AKU LEGA KAU SELAMAT, NESS! AKU ME—”

“Sial! Kenapa kau berisik sekali, huh? Cepat turunkan aku atau kau akan kucincang sekarang juga!”

***

Semilir angin senja menerpa surai Nessa yang saat ini tengah asyik meminum susu stroberinya. Tepat di sampingnya, Mingyu menatap gadis berkilau tersebut dengan ukiran senyum yang masih betah ia pajang sejak tiga puluh menit yang lalu.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Mingyu membuka keheningan di antara mereka berdua.

“Sangat buruk. Asal kau tahu saja menunggu suatu hal yang tidak pasti di puncak pohon adalah sebuah penyiksaan tersendiri bagiku,” sahut Nessa sambil menyesap kembali susu kotaknya dan wajahnya seketika murung kala mendapati isi dari minuman favoritnya telah kandas.

Seakan lupa dengan tujuan awalnya, sebuah kekehan geli sukses Mingyu luncurkan. Tak lupa dengan mengacak lembut surai sang gadis, pemuda tersebut membalas. “Maafkan aku, ya?”

Hm,” gumam Nessa pelan. “Setidaknya aku ingin berterima kasih padamu karena—…. Ah, lupakan.”

“Kenapa?” tanya Mingyu lantas penasaran akan ucapan gadisnya.

“Tidak apa-apa. Lupakan saja,” jawab Nessa diikuti dengan tawa canggungnya. Meski rasa penasaran tengah mendominasi ruang di hatinya, entah kenapa Mingyu lebih memilih untuk bungkam dan mengalah. Namun baru saja dua sekon berjalan, suara Nessa kembali memecah keheningan mereka. “Ming, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?”

“Tentu.”

Alih-alih langsung melanjutkan, Nessa malah menulis namanya di atas pasir dengan ranting.

Eum … mungkinkah sebuah cinta dapat memperkokoh segala hal di dunia ini?”

Mendengarnya, seketika sebuah kerutan di dahi Mingyu tercipta. “Maksudmu?”

“Bagaimana cara menjelaskannya, ya?” Nessa menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. “Coba kau pikir, adakah gelembung lain yang tahan banting bahkan kebal dengan dahan lancip selain aku? Dan jika kau berada di sampingku, aku merasa ada beban yang cukup berat untuk membuatku dapat menyentuh bumi. Apakah—”

“Kau menyukaiku?” potong Mingyu cepat, tak lupa dengan senyum yang cukup memberikan alasan untuk membuat Nessa muntah dengan cara elit.

“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu!” seru Nessa sembari memukul bahu Mingyu beberapa kali.

Aw! Sakit, Ness!”

“Jangan berlebihan, aku tahu sentuhanku sama sekali tidak terasa ‘kan?” sungut Nessa sambil melipat tangan di depan dada.

“Astaga, kenapa kau sinis sekali, huh?” Nessa masih saja bungkam dan memilih mengalihkan pandang. Mingyu berdeham kecil sebelum akhirnya melanjukan, “Jika aku boleh berkata jujur, aku menyukaimu dan bahkan bisa dikatakan aku mencintaimu.”

“Benarkah?” tanggap Nessa datar yang tentu saja membuat Mingyu merengut kesal.

“Kenapa reaksimu hanya begitu saja? Aku menyesal telah menyatakan perasaanku padamu.”

“Mau dengar sebuah rahasia?”

Lontaran pertanyaan melenceng dari Nessa itu pun tak kunjung meredakan suasana, namun cukup membuat Mingyu bergumam kecil tanda menyetujui tawarannya.

“Aku pernah membaca sebuah dongeng dan dongeng tersebut mengisahkan sebuah kisah cinta dari seorang gadis gelembung yang malang.” Nessa memulai ceritanya. Meskipun memberi kesan acuh—atau lebih tepatnya merajuk, Mingyu masih memasang rungunya lamat-lamat guna mendengar kisah dari sang gadis. “Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang gadis gelembung—”

“Jangan bilang jika gadis gelembung tersebut bernama Nessa Han? Ah, sepertinya aku dapat menebak akhir dongeng klasikmu itu, Nona gelembung yang manis.”

Nessa merengut, mood-nya benar-benar down sekarang.

“Memang apa akhir dari dongengnya?”

“Gadis gelembung ceroboh—namun cantik tersebut akhirnya bertemu dengan seorang Pangeran tampan—namun kesepian bernama Kim Mingyu yang melamarnya dengan sejuta cinta di hatinya. Mereka pun menikah dan hidup bahagia selamanya.”

Gadis Han tersebut mendengus remeh. “Hahaha, dasar bodoh! Kau pikir ada akhir cerita yang terkesan konyol seperti itu?”

Seharusnya satu hal yang Nessa sadari saat ini. Dirinya benar-benar bodoh melebihi Mingyu yang konyol. Yang benar saja, secara tidak langsung Mingyu tengah melamar dirinya saat ini dan Nessa menanggapinya dengan sebuah candaan tak kalah konyol.

Hanya satu doa yang Mingyu panjatkan saat ini. Sadarkan Nessa saat ini agar gadis itu paham dengan besarnya arti cintaku untuk kelangsungan hidupnya.

“Hei, Kim Mingyu!” kejut Nessa kala mendapati pemuda di hadapannya tengah melamun.

Masih dengan kesadaran setengah, Mingyu menanggapi. “Apa?”

“Entah kenapa aku tiba-tiba kepikiran jawaban yang akan kuberikan jika kau melamarku suatu hari nanti.”

Cih, percaya diri sekali.” Namun rona merah di pipi Mingyu tak dapat berdusta. “Memang apa jawaban yang akan berikan padaku?”

Senyum Nessa mengembang lebar ketimbang sebelumnya sebelum akhirnya menjawab dengan mantap.

“Tentu saja aku menerimanya. AYO KITA MENIKAH SEKARANG, MING!

 

-fin-

 

BaekMinJi93’s Notes:

“Hello, Bebe here! Whoah, akhirnya ketemu ending juga :)). Thanks to Kace yang ngajakin kolab sekalian sama ngilangin webe yang membandel – meskipun dikit banget. Thanks to our readers yang udah sempetin baca cerita ini sampai akhir. Mungkin review dikit boleh  kali ya? ^-^”

 

Gxchoxpie’s Notes:

“Senang bisa nge-comeback-in dua couple ini hahahaha… Big thanks to Bebe yang sudah mau kuajak collab, dan mengusulkan ide untuk bikin surrealism lagi… Terima kasih juga untuk pembaca yang telah mampir… Anyway, a li’l review won’t be hard, right? :D”

3 thoughts on “[A December To Remember] Bubblone PART 2

  1. kok gombalannya mingyu bikin gemes dan nessa semangat banget :’D

    kenapa mereka selalu ketemu di saat-saat yang bisa dibilang “kenapa harus saat ini” gitu, takdir dari authorlah yang menyebabkannya, aku mah reader cukup terima aja :’D

    dan celana pink mingyu, oke, bhak.

    dan, different prompt for each part! nice! plus aku bersyukur endingnya ga angst! sempet mikir nessa cerita gelembung di jaman dulu itu meletup eh terus mendadak nessa kesenggol meletup juga HAHAHAHAMIANHAE.

    Like

  2. Hahahaha aku kira ini terakhir angst—karena bangsa gelembung tak mungkin bersatu sama manusia. Ternyata enggak lmao— awalnya aku kra wah meletus ini si Nessa. Awal aku uda kira, angst ini—udah sad baca mingyu takut kehilangan Nessa, ternyata bodohnya Nessa masih tersungkur di atas phon Dan Mingyu ga sadar /.\ good job author-nim lmao—aku suka cerita fantasi ini. Kadang yang aku baca fantasinya terakhir tragis Dan sedih, tapi ternyata engga. It’ll be my favorite fantasy story from you guys! Ditinggu collab yang lainnya Hihihi bikin mingyu nijah sm Nessa trs punya ank/? Hahaha

    Like

Leave a comment