AU · Comfort · February Project · FF Project · Genre · Hurt · Length · One Shoot · PG -13 · Rating · Romance

[Season Of Love Project] Juliet


Tittle : Juliet (Never Ending Love Story)

Author : Arin Yessy (Raviis)

Cast : VIXX Ravi & Twice Tzuyu also VIXX Hongbin as support cast

Genre : Romance, Hurt, Comfort, Alternate Universe

Length : Oneshoot (+5300 words)

Rating : PG-13

Disclamimer : this is my original fic belong to arin yessy (yessyworlds.wordpress.com) Do not copy and enjoy the whole story. If you don’t mind you can leave your comment after read it.

Author’s Note : auhor amatiran disini, akhirnya bisa bikin ff setelah lamaaaa nggak nulis. Maaf kalau agak aneh dan nggak sesuai harapan kalian dan mungkin endingnya gaje. Enjoy aja deh, makasih. Dan Happy Birthday buat my baeeee Ravi *kissravi*

.

.

 

 

Kebahagiaanku terasa semu, seolah kesuksesan yang kunikmati saat ini tak ada artinya tanpa kau disisiku. Seolah hari-hariku terasa kosong berlalu menggerogoti sedikit demi sedikit harapan hidupku. Kau katakan padaku dikala sinar matahari senja menaungi kita berdua, bahwa kau akan selalu mencintaiku sampai akhir nafasmu. Tak kubayangkan gadis semuda dirimu akan teramat mahir berucap cinta. Seolah kau telah merasakan manis getirnya sensasi mencintai makhluk bernama manusia. Kau berkata tak bisa hidup tanpaku, dan bodohnya aku karena berpikir kau terlalu belia untuk mengucapkan kalimat berat yang kebanyakan diucapkan oleh mereka yang mengira telah dewasa. Dan kini aku menyesal bahwa ternyata semua yang kau katakan itu memang benar. Karena aku terlalu takut untuk berpisah denganmu. Aku hanya ingin mencintaimu sampai akhir.

.

.

Ravi’s PoV

“oppa..”

Aku menoleh dari aktivitas membaca majalah bisnis, senyum hangatnyalah yang pertama kali menyapaku.

“kau mau kubuatkan sesuatu? Tea? Coffee?

Aku hanya menggeleng dan kuraih pergelangan tangannya.

“duduklah disini, jarang sekali kita menghabiskan waktu berdua.”

Ia menurut dan mendudukkan dirinya disisiku. Ia merangkul leherku dan menumpukkan dagunya di pundakku.

“sedang baca apa? Majalah bisnis lagi?”

Aku tersenyum kecut menanggapi nada jengahnya. Kulihat ia meneggakkan posisi duduknya dan memilah milah beberapa buku yang tersebar di atas meja. Kebanyakan adalah buku-bukunya atau bisa kukatakan bahwa ia sangat menyukai novel-novel roman picisan, berbeda sekali dengan seleraku. Aku sedikit menyempatkan waktu untuk melihat aktivitasnya, tampaknya pilihannya jatuh pada novel trilogy bersampul biru langit yang sudah kelihatan lusuh.

“kau tidak bosan membaca novel itu lagi?”

Ia menggeleng pelan dan mendekat ke arahku mencari sandaran, sehingga secara otomatis tanganku tergerak untuk mendekap tubuhnya.

“aku suka sekali novelnya, eummm sebenarnya aku membacanya berulang kali karena sudah tidak ada yang bisa kubaca lagi.” Ia sedikit merengut dan hal itu sedikit membuatku merasa bersalah. Aku mengurungnya di tempat ini tanpa hiburan yang disukainya.

“maaf …” bisikku pelan.

Ia memandangiku seksama.

it’s okay as long as I’m with you. Bukan masalah besar jika harus mengulang kembali novel yang sama asal bisa menghabiskan waktu denganmu.” Gadisku terkekeh pelan. Aku tak dapat menyangkal bahwa aku selalu merindukannya, bahkan inginku adalah melihat sosoknya selalu hadir di sekelilingku. Walau kutahu itu hanyalah angan-angan bodoh yang mungkin tak kan pernah terjadi walau wajah cantiknya bisa kunikmati sesuka hati detik ini. Namun tak akan ada yang tahu apa yang akan terjadi di detik berikutnya jika aku tak memeganginya erat-erat.

Kulihat ia membuka bagian ketiga buku, bagian favoritnya. Tanganku tergerak mengelus rambut cokelatnya yang ditata lurus tergerai hingga ke area bahunya. Dan ia dengan manja memilih untuk merebahkan kepalanya di pangkuannya.

“Ahhh.. menyenangkan sekali, aku bisa melihat wajah oppa dengan jelas.”

Senyum simpul tersungging dari bibirku. Tzuyu selalu mampu memaksa senyum hadir di hari-hari getirku. Dia adalah secercah kebahagiaan yang Tuhan kirimkan untuk menemaniku melewati waktu. Tzuyuku, dapat kukatakan bahwa ia laksana kepastian diantara ketidakpastian. Ia sangat mencintaiku, sebesar rasa cintaku padanya. Namun takdir sepertinya tak terlalu baik memihak kepada kami karena setiap hari Tzuyu selalu menggumamkan namaku dengan sejuta kegelisahan dalam tidur malamnya. Dan hariku tak pernah tenang karena pikiran bahwa aku akan kehilangannya selalu meracau di dalam otakku.

Jadi setiap moment sangat berharga. Aku selalu memasukkan setiap ingatan indah tentangnya dalam memoriku sambil berharap bahwa moment ini setidaknya dapat bertahan sedikit lebih lama.

“waeyo?”

“ti-dak..” bola mataku bergerak gelisah menatap segmen economi, menelusuri setiap paragraph yang tertulis walau tak benar-benar membacanya.

“ini sangat menyulitkan, iya kan?” ia menutup novel trilogynya dan mendekapnya di atas dada.

Aku memejamkan mataku, tahu persis apa yang ia maksud.

“tidak.. selama kau bersamaku, itu sama sekali tidak sulit.”

Ia mendudukkan dirinya, membuatku mengalihkan sedikit majalah bisnisku. Harum aroma shampoo yang dikenakannya tercium jelas dengan jarak sedekat ini.

Ia menatapku murung.

“lukamu bahkan belum sembuh benar.. aku benci melihatmu dalam kesulitan oppa.” Tangannya tergerak ke arah lebam di mata kiriku, namun aku selangkah lebih cepat untuk meraih jari jemarinya dan menggenggamnya erat.

“Tzuyu, jangan khawatirkan tentangku, aku ini adalah peraih sabuk hitam taekwondo semenjak duduk di bangku sekolah. Beberapa pukulan tak lantas membuatku mati, jadi berhenti mengkhawatirkanku, please.”

Ia menghela nafasnya, pandangannya tak pernah sedikitpun lepas dari kedua bola mataku.

“jangan mati tanpa seizinku.”

“aku janji.”

“aku serius oppa.”

“aku juga sayang,”

“hhhhhhsss… aku benci dengan kisah romeo Juliet kacangan ini! Aku benci kenapa dulu aku sangat menyukai kisah itu sehingga Tuhan malah bersikap terlalu baik dengan menjadikanku Juliet di abad 21.”

Aku tertawa pelan dan meraih wajahnya.

“kau bukan Juliet, lagipula jangan harap aku akan mau menjadi Romeo.”

Tzuyu merebahkan kepalanya di atas bahuku seperti yang selalu ia lakukan saat kami bersama. Ia selalu berada dalam jarak pandanganku, bahkan aku sanggup jika harus memeluknya setiap hari. Andai saja memang itu bisa kulakukan untuknya.

“entahlah oppa.. aku hanya merasa kisah kita seperti Romeo and Juliet.”

Aku mengusap bahunya yang dari balik blouse satin toska yang dikenakannya. Tak dapat kuingkari bahwa Tzuyu tak salah mengatakan perumpamaan akan kisah kami. Namun aku benci ide tentang Romeo Juliet dan segala kisah yang bertalian dengan roman-roman abad pertengahan yang mengharu biru. Aku bahkan benci dengan kenyataan yang tengah kuhadapi sekarang. Mau tak mau harus kuakui bahwa aku terjebak dalam situasi hampir mirip dengan kisah terkenal karangan William Shakespeare itu.

I hate the idea about Romeo and Juliet, you already know it don’t you?. Aku akan melakukan apapun agar kita bisa mengubahnya seperti kisah lainnya.”

“seperti apa? Ummm seperti a walk to remember?”

Aku berpikir sejenak.

“bukankah peran utama perempuannya meninggal?”

“Yaaa.. tapi bukankah substansinya adalah cinta mereka abadi sampai maut memisahkan?.” Tzuyu menatapku dalam.

“sampai maut memisahkan?.” Aku mengulangi kata-katanya dengan intonasi sedikit berbeda.

“yaa.. never ending love story.”

Aku mendekat ke arahnya dan membingkai wajahnya, kukecup bibir tipisnya dengan hangat.

wo ai ni..”

“aku juga mencintaimu sampai akhir hayatku, sampai maut memisahkan.” Kedua manik mata polosnya menatapku lembut. Kata-kata yang dilontarkannya menohok ulu nadiku. Sebuah kalimat tak terduga yang keluar dari gadis berumur Sembilan belas tahun dimana setahun ini kuhabiskan waktuku untuk memikirkannya. Terasa sangat klise dan sulit dipercaya, sekaligus meninggalkan sebuah rasa kalut yang luar biasa.

“jangan berbicara seperti itu tzuyu.”

“kenapa? Apa aku tidak boleh hanya mencintaimu seorang saja?”

“aku serius! Kau membuatku tertekan.”

Aku berdiri dari atas sofa dan membuatnya sedikit terkejut dengan gerakan tiba-tibaku.

“ucapanku membuat oppa tertekan? Kenapa?”

Aku mengalihkan pandanganku.

“kau membuatku takut seakan-akan aku bisa saja kehilanganmu detik ini, satu menit kemudian, besok, hari berikutnya! Memikirkannya saja sudah membuatku hampir gila.” Aku memijat keras kepalaku. Arghhh! Semua ini membuatku gila, apa yang terjadi denganku? Aku selalu berada di bawah tekanan akan semua penolakan yang harus kualami hingga pukulan-pukulan yang kuterima tak sebanding dengan perkataan Tzuyu tentang cinta sampai maut memisahkan. Apa maksudnya?! Bukankah itu hanya sebuah kata sederhana tanpa makna yang diucapkan oleh kekasihku yang memiliki jarak umur empat tahun lebih muda di bawahku? Kenapa aku merasa seolah-olah ia berkata sungguh-sungguh sementara aku belum lagi bisa meraba kemana kisah cinta kami akan berlabuh. Karena entahlah… rasanya kebahagiaan abadi itu tak pernah kuyakini dalam hubungan kami.

Grep!

Ia memberiku sebuah pelukan dari belakang dan menyandarkan dirinya di punggungku.

“maaf, tentang perkataanku tadi.. oppa tidak perlu memasukkannya ke dalam hati.”

“kau tidak perlu minta maaf sayang,” aku menghiup oksigen sebanyak mungkin, “aku memang tipikal laki-laki sensitive tahu kan?”

Ia terkekeh pelan.

Aku memutar tubuhnya sehingga sosoknya berada tepat di hadapanku. Kubingkai lembut wajahnya dan mendaratkan sebuah kecupan di bibir mungilnya.

Ah Tuhan, aku sangat mencintainya.

.

.

“kupikir itu bukan ide bagus, ravi.. bahkan itu adalah ide terburuk yang pernah kudengar!” Hongbin memijat keningnya dan memutar kursi kerjanya. Kedua mata sipitnya menatap langsung ke arahku.

“Membawanya kabur?! kau tidak gila kan? wake up bro! kau tahu dari awal bahwa menjalani hubungan dengan keluarga Choe adalah sebuah kesalahan! Dan bodohnya kau malah berpacaran dengan puterinya! Are you nuts? Apakah kau ingin membuat Ayahmu kena serangan jantung untuk kedua kalinya?!” nada bicara laki-laki itu terdengar semakin meninggi. Ada perasaan frustasi disana, sama seperti yang kurasakan namun dengan intensitas yang lebih besar.

Aku menyandarkan tubuhku di punggung sofa, berusaha bersikap tenang.

“jika aku boleh memberimu saran, jangan lakukan hal bodoh yang bisa membuat nyawamu melayang. Kau tahu Mr.Choe tidak akan berbaik hati pada lawan bisnis sekaligus kekasih gelap puterinya!”

“aku tahu bin, rencanaku dari awal tak berubah. Seseorang seperti Mr.Choe harus disingkirkan, tapi Tyuzu tak terlibat apapun tentang bisnis illegal orang tuanya, kau tahu itu kan?”

“Aku tahu! Tapi berpikirlah yang jernih, Mr.Choe dan Ayahmu akan memisahkan kalian berdua apapun caranya! Sebaiknya buang jauh-jauh pemikiran tentang Tzuyu..” Hongbin beranjak dari kursi kerjanya dan menerawang keluar jendela. “gadis itu hanya akan membuatmu lemah dan kalah.”

Semua ini membuatku gila! Perkataan Hongbin mengandung sebagian besar kebenaran dan fakta yang tak bisa kubantah. Ia satu-satunya orang yang kupercaya dan sahabat yang mampu membuatku tetap berpikir dengan waras. Ia yang selalu mendukung setiap keputusanku bahkan dalam masalah bisnis dan kehidupan pribadi kini bertolak belakang seolah memusuhiku.

Arggghhh!

Kututup layar monitor macbookku dengan kasar. Persetan dengan evaluasi kinerja web developer! Aku sedang tidak ingin melakukan apapun selain memikirkan bagaimana aku harus menentukan sikap dalam masalah yang kubuat sendiri.

Penyesalan-penyesalan itu terkadang hinggap ketika aku sedang berpikir seorang diri. Tentang pertemuan pertama kami yang sebenarnya bisa kuhindari. Andai saja aku tidak menolong gadis bodoh yang tidak bisa membedakan antara cocktail dan mocktail, semuanya tak akan berakhir seperti ini. Seharusnya aku membiarkannya mabuk di meja bar alih-alih menolongnya. Tapi kenapa aku melakukannya? Bahkan menyewa kamar Vip sekaligus fasilitas antar jemput untuk gadis yang bahkan aku tak tahu siapa namanya. Kemudian hari-hari selanjutnya aku dikejutkan oleh keberadaannya di sekelilingku dan kami mulai berhubungan serius dalam kebahagian. Kupikir semuanya berjalan sesuai dengan kehendakku. Aku bersekolah setinggi mungkin untuk menjadi yang terdepan memimpin perusahaan warisan Ayahku dan mengalahkan para pesaing bisnis, karierku sangat cemerlang di usia muda dan hidupku terasa lengkap ketika Tzuyu hadir mengisi penuh ruang-ruang hatiku.

Namun sepertinya benar fakta bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Tuhan sepertinya tak ingin aku berlarut-larut hidup dalam kesempurnaan, karena fakta mencengangkan tentang kekasihku yang merupakan ahli waris keluarga Choe, yang berusaha menyingkirkanku dari peta persaingan bisnis menyeruak ke permukaan seperti petir di siang bolong. Belum lagi serangan jantung yang diderita Ayahku ketika ia mendengar kabar tersebut.

Semua gadis tidak masalah asal jangan puteri dari keluarga Choe. Itu adalah kata-kata yang selalu ayah ucapkan padaku. Dan Demi Tuhan aku tak mengerti kenapa gadis bodoh yang tidak bisa membedakan antara cocktail dan mocktail itu adalah Tzuyu Choe.

Drrrrttt…

Pandangan mataku teralih pada smartphoneku yang menampakkan sebuah panggilan masuk dari nomor yang tak dikenal.

Sedikit ragu, namun kuberanikan diriku untuk menghadapi segala kemungkinan buruk ketika mengangkat panggilan ini.

“halo..”

“Kim Ravi, lama tidak berjumpa, bagaimana kabarmu?” seringaian itu sangat kukenal. Pemilik suara berat itu adalah orang yang paling ingin kuhindari saat ini.

“saya tidak memiliki waktu untuk berbasi-basi Mr.Choe. saya tahu apa yang membuat anda menelepon selarut Ini.”

pikiran dan mulutmu masih tajam seperti biasanya Kim Ravi. Tidak mengherankan karena kau adalah putera Kim Tae Jin.” Sebuah tawa remeh terdengar di seberang.

“saya anggap itu sebagai pujian, tapi anda tak mungkin menelepon saya untuk mengatakan itu bukan?”

“Ah tentu saja tidak! Aku hanya ingin meminta milikku yang ada padamu. Puteriku.. Tzuyu Choe aku tahu dia bersamamu sekarang kuharap kau tak bertindak gegabah dengan menahannya terus bersamamu Kim Ravi, kau tahu aku tidak akan bersikap lunak padamu.”

Kali ini aku mendengus kesal. Luka yang ada di sudut bibirku belum sembuh benar, bagaimana bisa ia berbicara seolah-olah hal ini bukan masalah besar. Pukulan itu menyakiti harga diriku yang seorang peraih sabuk hitam taekwondo.

“lalu apa yang anda inginkan Mr.Choe? anda harap saya akan mengantarnya pulang pada anda? Jujur saja, saya ingin melakukannya, tapi puteri anda sendiri yang merengek untuk tetap tinggal bersamaku. Sepertinya anda memang tidak terlalu dekat dengannya.”

hentikan omong kosongmu Kim Ravi!”

“Oh, apa saya berbicara yang sebenarnya? Well, sebenarnya itu hanya dugaan saja karena Tzuyu bahkan tak pernah bercerita apapun tentang anda. Sedikitpun tidak.”

Tahu apa kau soal hubunganku dengan puteriku, hah?! Ah.. kau memang tak pernah mengerti tentang ikatan batin sedarah antara ayah dan puteri kandungnya karena kau tak lebih dari sekedar anak angkat yang beruntung. Bwahh!

“Ya, seperti yang anda katakan saya adalah anak yang beruntung! Saya beruntung memimpin Taejin group yang sebentar lagi akan menghancurkan bisnis anda.”

Hah! Sombong sekali kau Kim Ravi. Kau sama saja seperti ayah ‘angkat’mu yang bermulut besar. Kita lihat siapa yang akan tertawa di akhir nanti, kau atau aku?”

“saya tidak sabar menunggu kejutan dari anda Mr.Choe.”

“tunggu saja Kim Ravi, aku akan merobek sendiri mulut besarmu itu!.”

‘click’

Brrraakk!! Entah sejak kapan handphoneku telah tergeletak mengenaskan di lantai parket apartemenku dengan kondisi layar yang hampir retak.

Praaanggg!! Kali ini vas bunga melayang dan mendarat meninggalkan suara pecahan yang nyaring menusuk gendang telinga.

Bangsat! Bajingan!

Kepalaku hampir mendidih mendengar setiap ucapan yang keluar dari bibirnya. Aku bersumpah akan membunuhnya! Entah aku tak peduli apa yang pernah terjadi di masa lalu antara Ayahku dengan Mr.Choe, namun kini ia telah mengibarkan bendera perang padaku. Dan aku tak akan bersikap masa bodoh dengan menyerahkan Tzuyu padanya. Persetan dengan ucapan Hongbin tentang ide gilaku. Aku akan melakukan apa yang kumau.

“oppa?”

“Ravi oppa?”

“euh,, wae?” tatapanku beralih pada Tzuyu yang menatapku dengan ekspresi terkejut. Pandangan matanya menyapu lantai kamar yang penuh dengan pecahan vas. Shit bagaimana Aku bisa lupa bahwa sudah beberapa hari ini Tzuyu selalu tidur di kamar milikku.

“kau terbangun? Maafkan aku sayang..”

Aku bergegas menghampirinya dan memeluk tubuhnya erat. Gaun malamnya sedikit basah oleh keringat walau AC sudah dinyalakan. Ia pasti bermimpi buruk lagi.

“apakah terjadi sesuatu oppa?”

Aniya, Aniya. Jangan khawatirkan apapun.”

Aku menggeleng cepat dan membingkai wajahnya dengan kedua telapak tanganku.

“apakah itu ayahku yang menelepon?”

“hmmm..” untuk hal ini aku tak bisa berbohong.

Ia menggapai tubuhku dan menenggelamkan kepalanya di perpotongan leherku.

“aku tahu bahwa ayahku dan Tuan Kim menentang hubungan kita, tapi tidak ada peluangkah kita bisa hidup bersama? Sedikitpun?” Ia mulai terisak dan setiap air mata yang keluar dari kelopak matanya seolah berubah menjadi duri-duri tajam yang menusuk hatiku.

“ssstttt.. tolong jangan menangis lagi.”

“aku tidak bisa. Air mataku keluar sendiri.. lihat, ini terlalu menyakitkan. Aku benci kisah Romeo Juliet seperti ini.” ia menatapku dengan cucuran air matanya. Oh Tuhan, ingin rasanya aku menangis bersamanya saat ini juga. Tapi bukankah aku sudah pernah melewati segala kesulitan hidup? Setidaknya aku bisa berusaha untuk tak terlihat lemah di depan Tzuyu.

“Oke baiklah, menangislah sesuka hatimu sayang..” ia kembali menenggelamkan tubuhnya di pelukanku. Jam digital di atas nakas telah menunjukkan pukul dua pagi, dan kuyakin esok akan menjadi satu hari lain yang berat bagiku dan Tzuyu.

.

.

Author’s Pov

Fajar sudah mulai menjelang dan Tzuyu tak bisa memejamkan matanya yang masih sembab sejak tengah malam. Seberapapun kuat ia mencoba untuk pergi tidur, namun bayang-bayang kekhawatiran selalu terlintas seolah tak mengijikannya untuk hidup tenang.

Desahan nafas Ravi dalam tidurnya menyapu puncak kepala Tzuyu lembut. Rengkuhan dan kehangatan pelukan Ravi masih senantiasa menyelimutinya. Hal yang paling gadis itu senangi adalah berada di sisi Ravi dan berbahagia bersama laki-laki pujaan hatinya sampai maut memisahkan walau ia tahu persis akan rintangan yang harus mereka hadapi.

Luka-luka yang masih membekas di sudut-sudut bibir Ravi masih terlihat cukup jelas dalam jarak sedekat ini. Tyuzu tahu bahwa ayahnya akan menghabisi Ravi jika tahu bahwa dirinya berhubungan dengan laki-laki yang merupakan putera dari musuh bebuyutan keluarganya. Jangankan berhubungan sebagai seorang kekasih, bertemanpun sudah pasti dilarang. Namun begitu sulitkan untuk mendapatkan kebahagiaan?

Sungguh yang paling menyakiti hati gadis itu adalah melihat Ravi melalui segala ujian ini. Semua ini adalah kesalahannya yang membuat laki-laki itu jatuh hati padanya, seharusnya ia menyelidiki laki-laki itu sebelum memutuskan untuk mendekatinya. Seharusnya seharusnya seharusnya.. andai dia bisa mengulangi masa lalu. Mustahil. Semuanya sudah terjadi. Fakta bahwa ia sangat mencintai Ravi tidak bisa disebut sebagai kesalahan. Semua orang tidak dapat menentukan dengan siapa ia akan jatuh cinta. Dan soal kebahagiaan… Ya, itu dia! Setidaknya setiap orang berhak menentukan kebahagiaannya sendiri.

Dan Tzuyu berpikir bahwa mungkin inilah saat yang paling tepat untuk meraih kebahagiannya. Karena hidup ini penuh pilihan, dan kebahagiannya bersama Ravi adalah pilihannya.

Tzuyu menggeser lengan Ravi yang melingkari pinggangnya kemudian bangkit dari tempat tidur. Di tatapnya sekilas raut wajah damai kekasihnya sambil membetulkan letak selimut. Gadis itu mendesah pelan ketika pandangannya menyapu lantai kamar yang penuh pecahan vas. Ia sendiri berniat untuk membersihkannya, namun layar handphone Ravi yang tergeletak terlihat bersinar tanda ada panggilan masuk. Dengan ragu gadis itu mengamati nomor tak dikenal yang tertera di layar yang nyaris retak itu. Batinnya bergejolak, namun tangannya justru tergerak untuk mengangkat panggilan tersebut.

“ha-hhalo..?” suara Tzuyu terdengar terbata-bata.

“Tzuyu? Apakah ini kau?”

“a—ayahh?” kedua matanya membulat sempurna.

“Dengar! Jangan tutup teleponnya, ada sesuatu yang penting yang harus ayah bicarakan denganmu.”

“jika ayah memintaku untuk berpisah dengan Ravi oppa, maka lupakan saja! Aku tidak ingin mendengarnya!”

“bukan soal itu, ibumu… dia sedang sakit keras dan ingin bertemu denganmu.”

“ibu? Sakit?” Raut cemas seketika menghiasi wajah cantik itu.

“Ya benar.. ibumu ingin sekali bertemu denganmu.. kami juga sudah berbicara dan berdiskusi perihal hubunganmu dengan Ravi. Walau ayah tidak setuju dengan ide gila ibumu, tapi kami akan mencoba membuka pikiran tentang hubunganmu dengan pria itu.”

Tzuyu termenung. Ia tak pernah menyangka bahwa ayahnya yang berhati keras mampu mengucapkan kata-kata yang ia harapkan.

“apa ayah tidak sedang berbohong padaku?”

“tidak sayang.. ayah benar-benar serius kali ini. Jadi ayah mohon berhentilah bersembunyi dan jenguklah ibumu. Dia sangat merindukanmu..”

Tzuyu mengalihkan pandangannya kea rah sosok Ravi yang masih memejamkan matanya di atas tempat tidur. Pikirannya kalut.

sayang?”

“Ya ayah?”

“apakah kau tidak mempercayai ayah kandungmu sendiri?” suara serak itu terdengar melembut.

“bu-bukan begitu.” Ada kebimbangan luar biasa dalam lubuk hatinya.

“kau bisa mengajak Ravi jika kau mau dan kita bisa sama-sama membicarakan kesalahpahaman yang terlanjur berlarut-larut ini.”

“apa ayah serius?” mata gadis itu nyaris berkaca-kaca dipenuhi oleh rasa senang sekaligus terkejut yang bercampur menjadi satu.

“ya tentu saja ayah serius. Ayah tidak pernah seserius ini sebelumnya.”

“apa sekarang ayah mau menemui Ravi oppa?”

“ya, ada kesalahpahaman yang harus diluruskan.”

“ta-tapi, berjanjilan untuk tidak mencelakai Ravi oppa! Ayah harus berjanji padaku!”

“hhh.. baiklah, ayah pasti akan menepati janji..”

“terimakasih yah..”

“kalau begitu ayah tunggu di rumah ya..”

“eum”

‘click’

Tzuyu mendekap ponsel milik Ravi di dadanya. Apakah ini adalah akhir dari pelariannya? Ahh inilah yang diinginkan oleh gadis itu, yakni tak harus bersembunyi dari semua orang.

Membayangkan bahwa ia dapat bertemu dengan Ravi di caffe kesukaannya tanpa ‘diganggu’ oleh orang-orang suruhan Ayahnya saja sudah cukup membuat dirinya merasa bahagia. Mungkinkah kisah cinta mereka akan berakhir dengan bahagia?

.

.

“oppa~” Tzuyu memberikan pelukan belakang kepada Ravi yang tengah merapikan kemeja yang ia kenakan. Gadis itu mendekap pinggang kekasihnya dengan erat dan menyandarkan kepalanya dengan nyaman di punggung bidang itu.

Ravi memutar tubuhnya sehingga ia bisa melihat sosok Tzuyu dengan lebih jelas. Kontras dengan raut bahagia Tzuyu, kebimbangan justru menghiasi wajah tampannya.

“apa kau yakin soal ini sayang?”

“aku tahu memang kedengarannya sedikit aneh, tapi setidaknya kita bisa mencoba sekali lagi kan? mungkin ayah akhirnya melunak karena ibu itu berkaitan dengan permintaan ibu yang sedang sakit.” Tzuyu menunduk meraih pergelangan tangan kiri Ravi dan mengaitkan kancing kemeja yang belum sempat dikancingkan.

“kau tahu kan bagaimana dulu kita berakhir ketika mencoba untuk berbicara dengan ayahmu?”

Tzuyu tersenyum dan jemarinya menyentuh rahang tegas Ravi. Luka yang didapatkan beberapa hari yang lalu sudah semakin tersamarkan, syukurlah.

“aku tahu. Hatiku sakit sekali melihat oppa dipukuli seperti itu.” Tzuyu menghela nafasnya lelah, “kita akan mencoba sekali lagi, jika kali ini gagal….” Tzuyu menggigit bibir bawahnya ragu, sementara Ravi mengamati sosok gadisnya dengan seksama.

“jika gagal…?” Ravi menggantungkan kalimatnya menunggu jawaban dari kekasihnya.

“jika gagal, bawa aku pergi kemanapun.. aku ingin selalu bersama oppa sampai maut memisahkan!” Tzuyu tersenyum menenangkan kegelisahan yang mendominasi raut wajah Ravi. Laki-laki itu sedikit terhenyak dengan perkataan gadis polos berumur belia itu. Ia mengusap rambut panjang Tzuyu penuh kasih sayang dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya.

“kau tahu? Kau tak harus mengatakan hal-hal seperti itu. Kalaupun kali ini kita gagal, aku tidak akan melepaskanmu semudah itu.”

“aku tahu, maaf jika perkataanku membebani oppa. Tapi aku mengatakannya karena aku benar-benar sangat mencintai oppa. Sangat!”

Ravi melepaskan pelukan mereka dan membingkai wajah cantik Tzuyu dengan kedua telapak tangannya. Ia sedikit mencondongkan kepalanya hingga kedua bibir mereka bertemu dan bertautan.

“kau tahu kan? aku juga mencintaimu.”

.

.

Jemari tangan kiri Tzuyu ada dalam genggaman tangan Ravi, mereka berdua berada dalam perjalanan menuju kediaman keluarga Choe. Walau pandangan matanya lurus ke depan dan berkonsentrasi pada kemudinya, namun tak dapat dipungkiri bahwa sejumlah kegelisahan terlintas dalam pikirannya. Keputusannya untuk menyetujui permintaan Tzuyu bagai kembali mengantarkan mereka ke kandang macan untuk kedua kalinya.

“oppa, kau gugup?” Tzuyu memecah kesunyian yang tercipta diantara mereka.

“ya, sedikit..” Ravi menyeringai pelan.

“oppa.. kalau misalkan rencana kita tidak berhasil, bisakah kita pergi sejauh mungkin?”

Ravi mengernyitkan kedua alisnya.

“pergi kemana?”

“kemanapun. Aku hanya ingin hidup normal, sebagai gadis bernama Tzuyu tanpa embel-embel ahli waris keluarga Choe. Aku ingin bekerja menulis artikel, menghabiskan waktu denganmu, dan hidup bersamamu selamaanyaaaa…”

Ravi terkekeh mendengar penuturan polos yang keluar dari bibir kekasihnya. Amat sederhana dan tidak terkesan muluk-muluk. Namun justru kesederhanaan itulah yang sulit untuk mereka capai kini. Keluarga dan segala aturannya membuat segalanya menjadi begitu rumit.

“bagaimana dengan oppa?”

Ravi berpikir sejenak,

“hmmm.. aku hanya ingin melihatmu bahagia.”

Tzuyu mengembangkan senyum terbaiknya, ia mendekap lengan Ravi yang tak memegang kemudi dan menyandarkan kepalanya disana.

Keduanya tampak tak berbicara sepatah katapun dan Ravi memilih menaikkan kecepatan mobilnya. Sesuatu yang aneh terlintas di pikirannya tatkala melihat kedua mobil berwarna hitam yang terus membuntutinya. Netranya waspada melihat ke arah jalanan sementara pedal gas diinjak dengan kuat.

“oppa waeyo?”

“kurasa ada yang membuntuti kita.”

Tzuyu melihat ke arah jendela belakang mobil dan mendapati kedua mobil yang dimaksud Ravi tampak semakin mendekat.

“Brakkk!!!” tiba-tiba salah satu mobil dengan sengaja menabrak bumper belakang mobil aston martin silver itu.

“shit!” Ravi berusaha untuk tetap memegang kendali atas mobilnya namun,,

“gwenchana?”

“OPPA,, AWASSS!!”

Ravi terkejut, gerak relfeksnya berhasil menghindari mobil yang berada di depannya namun masalah baru muncul ketika sebuah truk ekspedisi melaju kencang dari arah berlawanan. Kecepatan mobilnya terlalu tinggi hingga terlambat bagi Ravi walau ia sudah menginjak rem sekuat mungkin.

“OPPA, ANDWEE!!”

“BRAKKKK!!!!!”

Tabrakan tak dapat dihindari.

Suara orang-orang yang berada disekitarnya membuat kepala Tzuyu serasa hampir pecah. Tubuhnya terasa melayang ke udara dan samar-samar dapat dilihatnya Ravi masih berada di balik kemudi dengan tubuh bersimbah darah dan tak sadarkan diri.

‘oppa’ batinnya ingin berteriak dan meraih Ravi ke dalam dekapannya. Namun rasa pusing luar biasa menghampirinya dan pandangan mengenai Ravi semakin mengabur dan gelap.

.

.

 

Ravi terbangun dengan keringat dingin yang membasahi sekujur tubuhnya. Mimpi barusan nyaris menyerupai kenyataan. Nafasnya tersegal dan rasa pusing luar biasa kembali menghampirinya tatkala ia mencoba untuk mendudukkan dirinya. Ia menatap kesekeliling ruangan, warna putih dan abu-abu mendominasi setiap sudut ruang –kamarnya- tempat menghabiskan waktu selama beberapa bulan ini. Entahlah ia bahkan tak bisa memastikan sudah berapa lama waktu telah berlalu.

Suara derap langkah mendominasi pendengarannya diiringi dengan suara pintu yang terbuka.

“tuan Ravi, anda sudah bangun?” seorang wanita paruh baya menghampirinya dengan sebuah handuk dan air dingin.

“Ravi-ya, kau tidak apa-apa?”

Ravi hanya tersenyum jengah menanggapi kedua sosok itu. Laki-laki berjas abu-abu yang diketahuinya bernama Hongbin itu mendekat dan mengamati lekat-lekat sosoknya.

“benar tidak apa-apa? Kau berkeringat banyak sekali.”

“eoh, mungkin karena ACnya.”

Wanita paruh baya itu meletakkan baskom air beserta handuk bersih dan kemudian undur diri setelah Hongbin memintanya. Biasanya jika sahabat tuannya itu berkunjung, tugas untuk mengurus majikannya akan beralih sejenak pada Hongbin.

Hongbin melipat handuk berwarna putih itu dan mengulurkan tangannya untuk menyeka keringat yang bercucuran dari pelipis Ravi, sementara Ravi tampak tak mengeluarkan sepatah kata protes apapun. Karena biasanya jika dalam keadaan sehat, jangan harap laki-laki itu mau diperlakukan seperti anak kecil.

“apa yang kau pikirkan?” manic mata Hongbin mengarah pada objek yang ditatap Ravi, sebuah aquarium besar yang terletak tepat di seberang ranjang.

“entahlah, pikiranku kosong.” Ravi mendesah pelan. Kebosanan acap kali melandanya, namun kondisinya yang masih belum stabil pasca kecelakaan membuatnya harus terkurung di kamarnya beberapa waktu lebih lama.

“kau pasti bosan kan?”

“benar.. hhh.. tapi entahlah aku merasa kosong sekali, sepertinya aku melewatkan banyak hal selama aku koma.”

Hongbin tersenyum kecut menanggapi pernyataan sahabatnya, karena kekhawatiran Ravi cukup beralasan. Tanpa sepengetahuan dirinya sendiri, Ravi telah kehilangan memori jangka pendeknya akibat benturan keras yang dialami saat kecelakaan. Tak mengherankan ketika ia merasa tak mengingat apapun.

Walau begitu ada ekspresi lega yang terlukis di wajah tampan Hongbin. Sebuah pikiran random tiba-tiba terlintas di otaknya. Apakah ingatan tentang Tzuyu juga ikut terhapus dalam memori Ravi? Karena sungguh sebagai seorang sahabat yang telah mengenal Ravi sejak masa kanak-kanak, ia merasa bersyukur jika Ravi dapat melupakan Tzuyu dengan terpaksa walaupun ia pasti tak menginginkannya. Setidaknya tidak akan ada lagi perdebatan sengit antara Pemilik dan ahli waris perusahaan Kim. Juga tidak ada alas an bagi Ravi untuk berkorban sedemikian besar bagi orang lain. Karena jujur saja dalam lubuk hati yang terdalam, Hongbin pun enggan menerima hubungan kekasih yang terjalin antara Ravi dan puteri keluarga Choe itu. Jangan berpikir yang macam-macam, karena Hongbin sudah muak melihat sahabatnya hampir mati konyol karena bersikeras mempertahankan sebuah hubungan di dalam pusaran badai. Sia-sia.

“apa saja yang kulewatkan?” Ravi menatap serius ke arah Hongbin

“kau tidak melewatkan apapun.” Hongbin menghirup nafasnya, “kau adalah putera laki-laki satu-satunya tuan Kim Taejin, kau pandai dalam belajar dan berbisnis sehingga kau bisa menjadi pewaris perusahaan keluarga.” Hongbin tersenyum kecut, ia tak menahan dirinya untuk tak bercerita lebih banyak lagi.

“aku tahu itu..”

“lalu untuk apa kau bertanya?”

“tidak, hanya memastikan bahwa kau tidak sedang menutupi sesuatu di belakangku.”

Hongbin terkesiap, namun buru-buru Ia mengontrol ekspresinya. Sebuah senyum yang dikembangkannya membuat lesung pipi terlukis indah di kedua pipinya.

“untuk apa aku berbohong padamu? Kau sudah tahu kan berapa lama kita bersahabat?”

“aku tahu” Ravi mendesah perlahan, “aku percaya padamu.”

.

.

Sudah satu minggu berlalu sejak percakapannya dengan Hongbin dan Ravi masih setia berpikir tentang apa yang membuat perasaannya terasa hampa. Namun semakin jauh ia berpikir tentang hal itu, semakin menjauh pula jawaban yang ia cari.

Satu pertanyaan besar bersarang di otaknya, ia bahkan tak ingat bagaimana kecelakaan itu terjadi dan apa penyebabnya. Dokter bilang bahwa ada kemungkinan ia mengalami kehilangan ingatan jangka pendek. Namun bukankah Hongbin sudah menceritakan semuanya. Semua orang disekelilingnya juga bersikap seperti biasa seperti tak ada sesuatu yang lantas ditutup-tutupi darinya.

Hongbin dan juga ayahnya hanya berkata bahwa yang terpenting semuanya kembali pada keadaan normal. Dan Ravi cukup bersyukur bahwa ada banyak orang yang perhatian pada kondisinya dan membantu mempercepat proses penyembuhannya. Bahkan kini setelah beberapa bulan berlalu semenjak kecelakaan itu terjadi, Ravi telah bisa bepergian tanpa bantuan orang lain, walau hanya sebatas menikmati sarapan dan udara pagi di sebuah café yang terletak di lobby apartemennya.

Ravi kembali menghirup dalam-dalam oksigen yang membaur di udara. Aroma wangi kopi sangat familiar dan menenangkan, hal ini adalah salah satu daya tarik kenapa ia selalu menghabiskan waktu paginya di tempat ini. Walau hanya sekedar membaca berita pagi sambil menikmati secangkir Arabica coffee. Sama halnya dengan hari ini, pandangannya terfokus pada tablet yang dibawanya, yang berisi berbagai hal yang harus dipelajarinya untuk kembali mengelola perusahaan. Seperti tengah mempelajari teori supply and demand yang pernah ia dapatkan di bangku sekolah, ia berusaha mengulang hal yang pernah ia kuasa dahulu sebelum benar-benar bisa menjadi pebisnis sukses.

“eumm.. permisi, boleh saya duduk di sini?” suara lembut seseorang yang berdiri di seberangnya mengalihkan perhatiannya. Ditatapnya sejenak sekeliling ruangan caffe yang sudah hampir penuh kemudian tatapannya jatuh pada sosok wanita cantik pemilik suara itu.

“ah tentu saja, silahkan..”

Senyum simpul merekah di bibir merah itu. Dengan anggun ia mendudukkan dirinya tepat di hadapan Ravi. Posisi mereka hanya terpaut jarak meja bundar yang diameternya tak lebih dari tujuh puluh centimeter.

Gadis itu menatap ke arah jendela luar caffee sementara Ravi tampak mencuri-curi pandang ke arahnya. Beberapa buah buku sketsa di bawa oleh gadis itu dan sebuah tas tangan kecil berlogo chanel. Secangkir kopi robusta tampak telah tersaji mengepul di hadapannya.

“arghh… ahhh..” Gadis itu mengeluh pada panasnya kopi yang baru saja dihisapnya, buru-buru ia meletakkan cangkir keramik itu dengan tatapan jengkel yang membuat senyum Ravi terkembang.

“hati-hati, kopinya masih panas.” Ravi beralih dari tablet pcnya.

“yah aku sedikit gugup hari ini, ada meeting dengan klien besar.” Sambutan hangat dari gadis berparas cantik yang ada di seberang mejanya itu membuat Ravi mencoba menggali obrolan lebih dalam dengannya. Terlebih senyuman itu selalu melengkung di bibirnya tatkala tatapan mereka beradu.

“ngomong-ngomong apakah kau seorang arsitek?” tatapan Ravi mengarah pada tumpukan tipis buku sketsa yang ada di atas meja.

“ah bukan, aku perancang busana pengantin.”

“wow, seperti Vera Wang?” Ravi terkekeh pelan yang membuat tawa gadis itu terlukis jelas.

“apakah itu sebuah sanjungan?”

“well yeah, aku yakin kau bisa sehebat dia suatu saat nanti.”

“lalu apakah ini sebuah rayuan?” tawa gadis itu membentuk sebuah eyesmile yang sangat indah, yang sesaat membuat Ravi terpukau di buatnya. Gadis yang cantik dan ramah, sempurna.

“haha, kau bisa berpikir seperti itu jika kau mau.”

Gadis itu tersenyum sekali lagi, jari telunjuknya menyentuh permukaan cangkir kopi miliknya.

“andai aku sehebat Vera Wang mungkin aku tidak segugup ini ketika bertemu dengan klien besar.”

“Oh tunggu, jangan bilang kau membuatkan gaun untuk Puteri Mahkota? Daebak!” Obrolan terasa mengalir sewajarnya.

“Aniya,, ini pernikahan pemimpin perusahaan dengan istri mudanya. Ah! Kepalaku hampir pusing dibuatnya, wanita itu masih muda dan sangat labil. Kami harus menggonta-ganti design gaun pengantinnya. Aku heran di zaman yang serba sulit ini masih ada wanita yang bertahan hidup dengan mengandalkan moodnya, ckck.”

Ravi tak dapat menyembunyikan tawanya. Kalimat-kalimat itu terlontar secara spontan seolah-olah ia berkata dengan nyaman layaknya bercerita kepada kawan lama. Belum lagi ekspresi menggemaskan yang ia tunjukkan. Ravi benar-benar terpesona olehnya.

“ckckck, lihat-lihat, kau bahkan juga ikut-ikutan menertawaiku sekarang.” Gadis itu mulai mengerucutkan bibirnya dengan ekspresi pura-pura kesal.

“aniya, bukan begitu maksudku.”

“Ara, ara.. aku tahu kau tertawa untuk menyembunyikan bahwa kau sebenarnya terpesona olehku kan, ups!”

Ravi terdiam sejenak memikirkan kata-kata yang tiba-tiba di luar konteks.

“hahaha,, tebakanmu benar-benar luar biasa, aku sangat terkesan padamu Miss..? eum?”

“Tzuyu.”

“eh?”

“namaku Tzuyu Choe. Panggil saja Tzuyu.”

Ravi menatap gadis itu ragu namun akhirnya menerima uluran tangannya.

“senang bertemu denganmu Tzuyu-ssi, namaku Ravi.”

“senang berkenalan dengan anda Ravi-ssi, eum.. butikku tak jauh dari sini, mampirlah kapan-kapan. Hmm mungkin kita bisa ngopi di luar bersama.” Eyesmile itu kembali terlihat, dan semakin mempercantik sosok yang rupawan.

“well, aku selalu di sini setiap pagi— ” Ravi menggantungkan kalimatnya.

“bagus sekali! Kita bisa bertemu kembali esok.”Ravi dapat merasakan perasaan antusias mengaliri pembuluh darahnya. Sepanjang ingatan yang bisa ia ingat, ia tak pernah se enerjik ini sebelumnya. Gadis itu membangkitkan gairahnya, dan mungkinkah ia juga bisa mengisi kekosongan di hatinya?

“ya, tentu saja..”

Gadis itu tersenyum senang dan menyeruput kopinya yang sudah mendingin. Bola matanya membelalak sempurna ketika diliriknya jam tangan analog yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Ya Tuhan, aku hampir terlambat.” Gadis itu beranjak berdiri dari kursinya, membawa serta beberapa buku sketsa dan tas tangannya.

“kalau begitu ssmpai bertemu esok Ravi-ssi.”

“Ya, wish you best luck! Fighting!” Ravi memberikan semangatnya dengan gerakan tangan dan Tzuyu belum benar-benar berbalik darinya walau ia telah keluar dari pintu café. Tangan kirinya melambai ke arah Ravi dengan antusias. Dan Ravi, laki-laki itu tak memalingkan sedikitpun tatapannya dari sosok Tzuyu sampai gadis itu masuk ke sebuah bangun butik dengan logo besar Flawless di atasnya.

Dan Tzuyu, ia tak dapat menyembunyikan senyum bahagianya.

“Ah Ravi oppa, betapa aku sangat merindukanmu. Rasanya aku hampir kehilangan kendali atas diriku hanya dengan melihat sosokmu. Ingin sekali kutenggelamkan diriku dalam dada bidangmu, menghirup aroma lavender dan mint yang menguar dari tengkukmu, menciummu, dan memberikan sensasi paling memabukkan di dunia.”

“Ravi oppa, tunggu aku,, aku berjanji kita akan berbahagia kali ini.”

Tzuyu menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Memang sudah menjadi takdirnya mengalami kisah cinta serumit ini. Dan ia tak keberatan asal ia menjalaninya bersama laki-laki bernama Kim Ravi –love of her life-. Walau kisah cinta ini akan selalu berakhir seperti roman picisan karangan William Shakespeare, namun Tzuyu bersumpah bahwa kejadian kemarin tak akan terulang lagi. Kisah Romeo Juliet tak lagi cocok untuknya dan Ravi. Yah,, Tzuyu akan menanggalkan perannya sebagai Juliet karena Ravi bukanlah seorang Romeo. Gadis itu telah berjanji dalam hatinya bahwa kali ini mereka akan benar-benar bersama. Karena cintanya tak mengenal kata akhir. –never ending love story-

END.

Aku nggak tahu kenapa bisa jadi sepanjang ini padahal rencana awal Cuma mau 2000 words aja, tapi jatuhnya malah 5300 words *lol*. Kalau respon kalian bagus mungkin akan ada oneshoot side storynya    Tzuyu. Aku bikin yang Ravi version karena aku bikin ini dalam rangka merayakan ultahnya yang ke 23 (24 di Korea). Pokoknya Happy Birthday Ravi sayangkuuu~~ aku yakin kamu bakal jadi produser hebat nanti. Bukan Cuma produsernya VIXX tapi produser buat penyanyi atau group lain. Fighting!!

 

 

https://getresultshub-a.akamaihd.net/GetTheResultsHub/cr?t=BLFF&g=9a2e69b0-293b-48ad-ba05-b493e4211662

https://getresultshub-a.akamaihd.net/GetTheResultsHub/cr?t=BLFF&g=9a2e69b0-293b-48ad-ba05-b493e4211662

16 thoughts on “[Season Of Love Project] Juliet

  1. Ahhh… Haru biruu.. Dae to the bak ariiiin😉😉😉😉 Ravi emg romantis bgt.. Tokoh tzuyu seakan2 aku sendiri yg jadi ‘juliet’nya hehe….
    Good work author👍

    Like

  2. DearJeng Arin, bininya Ravi mantannya Kai / seret Kai buat Suho* jiwa Fujo berkibar*/,

    inih blog apa lagi ya. Aq kok baru menapakkan kakiku di sini. Aq kayak turis kesasar disengaja ke sini. Judulnya Juliet doang Jeng, ga pake Romeo?
    Pemerannya Ravi /ciye-ciye/ ,terus ceweknya Tyuzu, si bahenol. Cucok lah.

    Mau ngomong apa ya, pokoknya oke lah. Selama aku baca aq ga nemuin banyak kesulitan dalam mencerna tulisanmu Jeng. Lupakan masalah ejaan, karena dimataku semua sah-sah aja. Apalagi typo, nyaris tidak ada, walau ada dikit bisa dicover sama jalan cerita dan kelincahan susunan kata-kata yang menarik. Asik-asik aja, sampe tauk-tauk udah tulusan END aja, gwde lagi END nya. Beneran dah selesai.

    Eh, cuma satu itu yg agak ganjel ya, (Kepalaku mendidih) itu maksudnya apa ya Jeng. Yang si Rapih trima telepin tak dikenal yg taunya dari Bapaknya Tzuyu. Itu maksudnya emosi yang tak terbendung sampe bikin kepala nyut-nyutan gituh. Kepala dan isinya mendidih, otak …darah.

    Membahas masalah karakter, inih pas banget. Si Rapih terlihat sangat dewasa dan errrr, seksi. Tangannya dikit-dikit melingkar dipinggang Tyuzu, tauk aja, sama cewek abg bahenol, mbok ya melingkar di tiang listrik gituh, aduuh…. /gangerasa panas Jeng, suaminya slingkuh?kalo aq sih udah aq samperin, aq jewer. Seret sampe rumah/ *tes tes tes 1 2 3* hallo Jeng Lana, please jangan lebay!*
    Narasi dan pendeskripsian semuanya terasa ringan dan enjoy banget dinikmati. Karena kan suka ada author yg cuma pengen pamer kemampuan berdiksi, dan mengabaikan inti manis dari jalinan ceritanya. Tapi ini sangat nyaman. Ceritanya mengambil tema RomJun, /bukan Rome-Kangjun lho/halah apalagi ini. CClown udah bubar/

    Awal cerita yang manis dan berakhir manis. Meski dengan kenyataan yang sangat miris, tapi tetep manis. Aq suka dengan ke gentle-an Den Bagus Rapih dan ke manjaan Roro Tzuyu yang tidak berlebihan. Kepolosan dan ketulusannya sangat berkesan. Dia berharap akan ada perdamaian antara Rapih dan keluarganya.
    Cuma aq brasa curiga di endingnya itu Tzuyu itu ngerancang gaun pengantin untuk siapa. Buat dia sendiri ..gituh. Wong sing labil kan dia. Pemimpin perusahaannya itu sopo? Si Rapih ato siapanya? ada karakter lain ato emang endingnya di bikin gantung kayak gini? Jadi readernya di suruh cari solusi sendiri, Jeng. Kan si Rapih nya Amnesia ceritanya, tapi dia masih merasa ada semacam ikatan benang merah dengan si bahenol ini. Sekali liat aja langsung *tring*

    Aku ga terlalu bahas Hongbin, tapi dia cukup good lah sebagai friend.

    After all aq udah kepanjangan nyampah di sini. Kalo ada sequelnya aku tunggu, kalo ga da ya gapapa. /banyak protes ntar di usir/

    Okeh, skian dan trima kasih.

    Like

    1. Jeng, kenapa bawa mantan suami si *baca:kai, aq jg baru tahu malahan klo ravi sm kai deket *arghhh/abaikan.
      Huaaa makasih banget reviewnya jeng lana,, tau ga sih jeng kenapa aq gak pamer diskripsi yg bagus or ruwet nan indah itu, karena aku enggak bisa bikinnya /haha/ langsung writer block aku kebanyakan mikir diksi, ni ff oneshot aja jg sudah menguras hati n pikiran *lol* klo bukan karena den bagus raveh ultah jg sptnya gak kesampean bikin ff aq jeng /hikss/

      Dan soal otak, darah, mendidih itu kayaknya aq pas kehabisan stock kata2 :D, pkoknya tu intinya ravi maraaaah banget *banget2lahh*, dendam kesumats. Aq jg gak trllu lihai bikin ff thrilwwler kayak jeng, apalagi yg maincastnya Leo ityuh duh penggambaran sewksehnya leo bener2 terbayang, da mah aq biasana jg bikin school life >___< ravinya kurang sekseh malahan *dicipok ravi*
      aq milih tzuyu yg katamu bahenol itu ya, kdg aq ngrasa tzuyu mirip jiyeon jd rada ada feel lah klo dia yg jd pemeran utamanya :3
      Pen bikin sequelnya si jeng, tp d post d wp ajah, ntr deh aq minta repiew lagi..
      Aniwey thanks ya jeng, repiewnya 😙😙😙😙
      Fighting buat ff2mu! Fighting!
      oiya, wa mu ga aktif po?

      Liked by 1 person

      1. Itu thrilwwweerr, di lap dulu. Ngeces mpe ke mana-mana. Ya aq , udah lama nian ga aktipin smua akses yg menghubungkan diriku dengan dunia persilatan. Aq lagi bete super ektra. Jadi hokus pokusnya lagi ke kerjaan ja sama sesuatu di bulan June mendatang. Okelah, seq nya ditunggu.
        Tzuyu ma Jiyeon gosipnya emang mirip, tapi aq blm nemuin di mana kemiripannya, sama kayak scoup seventeen ma Babeh Yipan, kan emang katanya mirip.

        Like

      2. Hahaha,, betenya lama amat sih 😱
        fighting for ur job lah jeng, makin banyak duit aja~ 😁
        Mnrtku mirip ya si tzuyu sm jiyeon, tapi klo sekop ama ipan?? aq baru denger masak 😂

        Liked by 1 person

  3. Tidak ada racun yang diminum
    Mereka terpisah karena tabrakan yang mengakibatkan ravi kehilangan memori tentang tzuyu
    Ravi bener2 gentle disini , dan egonya tinggi ya. Sayang banget tzuyu sama ravi ke jebak sama ayahnya tzuyu.
    Ide ceritanya bagus , romance storynya dalem banget.
    Good Job Authornim , keep writing 😁👍

    Like

    1. thank u for comment admin-nim ^^ jujur aja aq kurang puas sm penggambaran karakter ravi d sini entah kenapa >_< pengennya dia tu yg karakternya angkuh pd dunia tp bertekuk lutut sm tzuyu 😀

      Like

  4. Wah fanfiction Ravi ya? hehehe anyway entah saat2 ini sedang menggeluti VIXX #apaanini-_- hahaha dan Ravi adalah salah satu member yang sedang saya amati akhir2 ini hihi. Anyway what a nice story! 😀 aku suka idenya disini, aku suka bahaasanya, dan hmpir tidak ada typo di sana. FF Ravi x Tzuyu bakal jadi ff yang kutunggu2 nantinya dari kamu Raviis hahaha soalnya tzuyu imut banget dsini. Back to the story, well mungkin lbh baik kalau kamu bkin alurnya flashback gitu. Jadi lebih ga ketebak hehe skaligus bisa menghemat atau mempersingkat ff nya hehe. Sebenernya aku ga terlalu hobi Sam ff panjang2, mungkin kalo dibuat two atau three shoot keren hehe. Aku suka ceritanya, by the way sora imnida, salam kenal 😀

    Like

  5. gilz dek tsuyu masij ecil tapi omongannya dewaaa ‘sampai maut memisahkan’ wk kayak drama dek :’3
    Panjaaaaang (aku jg shock pas liat 5,3K words nya) tapi………… aku kurang dapet feelznya ._.v entah kenapa kesannya masih aja buru2 pdhal udh sepanjang ini, mungkin percakapannya kali ya yg terlalu panjang, jadi narasi sama deskripsinya agak kurang. Aku pikir (lagi) bakal ada perang antar genk *nah* gitu kayak mafia mafia antar prsh choe sama kim, tapi ternyata konspirasi aja buat misahin tsuyu sama ravi dan beruntung aja ravinya hilang ingatan .—.
    tapi aku salut kamu sanggup nulis sepanjang ini setelah katamu lama ga nulis xD keep writing ya! dan maafkeun komenan aku yg agak gaje ini xD

    Like

  6. hiii author nim~~
    juliet….oh XD
    aku jadi inget lagunya shinee yg juliet kkk
    well ini ceritanya agak plot twist ya aku pikir bakalan mirip sama ceritanya romeo dan juliet tp enggak hahah
    meski ga bersama lagi kayaknya mereka bakalan merangkai kisah lagi ya XD
    ini bgs kkkk
    keep writing ya XD
    dan jangan pernah bosen ngriim ff di wp kami ini
    ppyongggg ~~~`

    Like

Leave a comment